''Ini celana saya dulu,'' tutur David Gunarni kepada para wartawan sambil menunjukkan celana jins berukuran 48. Celana jins jumbo itu terlihat kontras dengan tubuhnya yang ramping dan atletis.
Melihat kondisi David sekarang siapa mengira bahwa jins itulah yang dulu kerap dikenakan pria kelahiran 5 Maret 1984 tersebut. Celana itu menjadi bukti bersejarah bagaimana David menjalani hari-hari sebagai pria dengan berat badan 159 kilogram.
Tetapi, semua itu sekarang telah berubah. Setelah menjadi jawara The Biggest Loser Asia (TBLA), David bukan lagi sosok yang gampang berkeringat dan ngos-ngosan. Saat hadir dalam konferensi pers TBLA di Terazza Bianco Lounge, Hotel Akmani, Jakarta, Jumat lalu (19/3), pria yang berprofesi sebagai salesman produk tekstil itu sudah menjadi pribadi baru. Berat badannya kini 84 kg dan ukuran celana 34. ''Inilah saya yang sekarang,'' ujar David yang ketika itu mengenakan kemeja kotak dan jins.
David merupakan pemenang musim pertama dari TBLA, kompetisi berformat reality show, produksi Hallmark Channel. Tayangan tersebut diadaptasi dari serial The Biggest Loser yang sangat populer di AS, yakni kompetisi penurunan berat badan di televisi NBC. Setelah ditayangkan di AS pada 2004, acara serupa juga disiarkan ke banyak negara di dunia. Saluran Hallmark menyiarkan serial musim pertama TBLA secara eksklusif di 20 negara Asia.
David menang setelah mengungguli 16 kontestan lain. Pasalnya, berat badannya susut paling banyak, yakni 83 kilogram. Sebagai juara pertama, David pun menikmati hadiah berlimpah. Selain uang tunai USD 100 ribu (sekitar Rp 940 juta), dia mendapat mobil senilai USD 7.000 (sekitar Rp 66 juta).
''Saya bersyukur dengan hadiah yang saya dapat. Lebih bersyukur lagi saya bisa mencapai berat badan ideal,'' tutur David yang berat tubuhnya mencapai 74 kg saat final.
Dengan bobot tersebut, David bisa mengenakan pakaian-pakaian berukuran normal. Bajunya yang semula berukuran 4L saat ini menjadi L. Ukuran celananya pun menyusut tajam. ''Saya tak kesulitan lagi mencari baju,'' ujar pria yang berbelanja banyak baju saat karantina berakhir.
David bertubuh sangat gemuk sejak kecil. Kegemaran makan membuat berat badannya terus naik hingga suatu saat dia merasa sangat berat dan tidak nyaman bergerak. Dia sangat kecewa karena berat badannya telah menghalangi keinginannya memainkan berbagai jenis olahraga kegemarannya.
''Berat badan saya pernah normal, 60-70 kg. Itu terjadi ketika saya bersekolah di India pada 1998,'' katanya.
Namun, hal itu tidak bertahan lama. Saat dia kembali ke Jakarta, berat badannya bertambah lagi. Bahkan, dalam kurun 10 tahun, berat badan David melonjak menjadi 150 kg ''Makanan di sini enak-enak,'' ujarnya, lantas tertawa.
Apa yang memotivasi David menurunkan berat badan? ''Saya ingin menghormati Tuhan dengan tubuh saya. Juga agar kelihatan pantas di mata tunangan saya, hidup sehat, dan panjang umur, serta membuat orang tua saya bangga,'' jawab putra pasangan Jani Gunarni dan Evangeline itu.
Ketika menjadi finalis TBLA, David harus menjalani karantina berat selama lima bulan. Saat itu bobotnya 157 kilogram atau dua kilogram lebih rendah ketimbang saat audisi. Dia bersama para peserta lain mengisi hari-harinya dengan kegiatan olahraga yang padat.
Rutinitasnya dimulai sejak pukul 05.00 dengan berjalan kaki 9,5 km mengitari kompleks vila karantina di sebuah resor di Malaysia. Rute itu dia tuntaskan dalam waktu dua jam. Setelah itu, David dan kawan-kawan diizinkan istirahat satu jam untuk sarapan pagi.
Selanjutnya, olahraga di gym mulai pukul 08.00 hingga 11.00. Lalu, para finalis pulang ke tempat karantina untuk makan siang dan istirahat hingga pukul 17.00. Kemudian, mereka kembali berolahraga seperti awal. Berjalan kaki sepanjang 9,5 kilometer, lalu berlatih di gym hingga pukul 23.00 atau hampir tengah malam.
Aktivitas dikonsentrasikan kepada olahraga kardio yang fokus pada pembakaran lemak. Misalnya, bersepeda, cross training, dan berjalan. Mereka diharuskan untuk membakar 5.000-6.000 kalori setiap hari.
Untuk memaksimalkan latihan, pola makan ikut dijaga ketat. David dan para finalis yang lain hanya boleh mengonsumsi 1.200-1.600 kalori per hari. Saat sarapan, misalnya, mereka hanya melahap sereal atau oatmeal plus buah. Untuk makan siang, mereka boleh makan nasi merah atau kentang dengan lauk ayam atau daging tanpa lemak plus sayur dan buah. Saat makan malam, peserta hanya melahap salad, sup, atau olahan ikan.
Selain aktivitas olahraga, para peserta mendapat selingan permainan dan tantangan berhadiah uang atau reward berupa imunitas. Pemenang permainan akan terhindar dari eliminasi.
Kegiatan olahraga itu berlangsung sepanjang hari, kecuali Minggu yang menjadi hari penimbangan sekaligus menjadi hari penentuan siapa peserta yang tereliminasi. Peserta dengan penurunan berat paling sedikit langsung tersingkir dari kompetisi.
David berhasil mencapai progres yang cukup bagus. Setiap minggu bobotnya susut cukup banyak sehingga dia berada di posisi aman. Bahkan, David empat kali berada di posisi teratas (nomor satu) sebagai peserta dengan berat susut terbanyak. Itu membuat dia dijuluki King David oleh sesama kontestan.
Tiga minggu awal dalam kompetisi tersebut merupakan momen terberat bagi David. Sebagai penggemar makan, anak kedua di antara tiga bersaudara itu biasa melahap porsi besar dengan frekuensi 6-7 kali sehari. Itu belum ditambah camilan.
''Kalau dihitung-hitung, kalori yang saya makan (sebelum kontes) mencapai 10 ribu-15 ribu sehari,'' ujar David. Dia juga tidak biasa berolahraga. Karena itu, ketika dipaksa harus berolahraga dan berdiet sangat ketat, David tersiksa luar biasa. ''Lemas sekali,'' tuturnya.
Dalam kondisi itu, David sempat ingin menyerah. Tetapi, setelah melihat berat tubuhnya berhasil susut 13 kilogram pada tiga minggu pertama, dia pun berubah pikiran. ''Saya takjub, ternyata berat badan saya bisa susut juga. Padahal, dulu saya mengira tak akan pernah bisa menurunkannya,'' kata David.
Alih-alih, David makin percaya diri. Dia yakin bisa menurunkan berat lebih banyak lagi. Itu membuat dia bertahan dan kian fokus berolahraga.
Bagi David dan juga teman-temannya di karantina, yang mengalami obesitas belasan atau puluhan tahun, ''paksaan'' itu dibutuhkan untuk membuka jalan menuju kehidupan lebih baik dan sehat. ''Ini momen yang tepat bagi kami untuk dipaksa untuk menurunkan berat badan. Kami tidak keberatan melakukan ini dalam waktu yang singkat,'' ucap David.
Berat badan turun hingga 83 kilogram dalam lima bulan, aku David, terbilang singkat. Meski demikian, dia tidak merasa khawatir akan mengalami masalah kesehatan. Sebab, saat pelaksanaan program, David dkk selalu didampingi orang-orang yang kredibel dan kompeten di bidang masing-masing. Mulai pakar nutrisi, tim dokter, fisioterapis, hingga psikolog.
Ada juga pelatih yang secara khusus mendampingi mereka selama kompetisi. Jadi, porsi latihan mereka sudah dipertimbangkan. ''Bagi saya pribadi, mengikuti acara ini dan menjalankan semua tantangan yang ada adalah hal terbaik yang pernah terjadi dalam hidup saya. Hasilnya sangat sepadan,'' ungkap David.
Setelah menjalani hari-hari yang berat, David kini kembali tinggal bersama keluarga. Dia lega bisa berkumpul lagi bersama orang-orang yang dikasihi. Menurut dia, tidak lagi tinggal di karantina justru membawa godaan besar. David kadang tergoda untuk mencicip makanan lebih banyak.
Namun, komitmen kuat David untuk tetap sehat dan mempertahankan berat badan ideal membuat dirinya semua itu. ''Saya tidak ingin gemuk lagi,'' tegas David yang berencana melepas masa lajang akhir tahun ini.
Untuk menjaga berat badannya yang kini 84 kilogram, David rutin berolahraga. Hanya, sekarang sudah tidak seperti saat menjalani karantina. Porsi olahraganya berkurang. Setidaknya kini dia menghabiskan 1,5-2 jam setiap hari untuk berolahraga. Fokusnya bukan lagi kardio, tetapi lebih pada pembentukan otot. Selain terlihat lebih berisi, olahraga itu bermanfat mengencangkan kulit yang kendor karena penurunan berat badan yang drastis.
Pola makannya pun tetap dijaga ketat. Sesekali, David membebaskan diri untuk melahap makanan yang beragam. Namun, dia membatasi porsinya dan memilih makanan yang tidak berlemak. ''Tapi, saya lebih banyak mengonsumsi makanan yang saya buat sendiri di rumah. Lebih sehat dan terkontrol,'' tuturnya.
jawapos
Wah,, wah,, wah,, sebuah kontes atau kompetisi yang unik. Sangat bermanfaat baginya karena berat badan susut, eh dapat hadiah lagi. :)
No comments:
Post a Comment