Ternyata Dulmatin Buron Berharga Rp 92 Miliar - JIKA memang salah seorang teroris yang tewas tertembak di Pamulang itu Dul Matin, berarti hidupnya terhenti di ujung timah panas aparat Densus 88. Benarkah dia Dulmatin, teroris yang kepalanya dihargai USD 10 juta oleh pemerintah AS?
Sumber kuat di kepolisian memastikan, salah satu dari tiga yang tewas tertembak itu adalah Dulmatin. Bahkan disebutkan, bahwa dalam insiden pengepungan itu Dul Matin tertembak tiga kali.. ''Sudah A1 (tepercaya, Red) itu Dulmatin. Tes DNA-nya memang belum keluar. Tapi, kami yakin itu Dulmatin dari ciri-ciri fisiknya,'' ucap sumber tersebut.
Pada Januari 2005 lalu militer Filipina merilis kabar Dulmatin tewas dalam sebuah serangan udara. Namun, kabar tersebut tak bisa dikonfirmasi. Pada Agustus 2006 tentara Filipina merilis kabar serupa. Lagi-lagi tak bisa dikonfirmasi kebenarannya. Kemudian pada 16 Januari 2007, lagi-lagi dikabarkan Dulmatin tertembak di Jolo, Basilan.
Kali ini kabar itu tampaknya akurat. ''Dia (Dulmatin, Red) tidak mati, tapi tertembak dan sempat tertangkap. Fotonya ada,'' kata sebuah sumber di kepolisian. Namun, tidak tahu bagaimana ceritanya, Dulmatin tiba-tiba lepas.
Diduga kuat ini bagian dari pertukaran tawanan antara kelompok militan dan pemerintah. Di Filipina memang kerap terjadi seperti itu. Sejumlah militan Indonesia pun pernah mengalami hal serupa. Mereka tertangkap, namun kemudian dibebaskan oleh MILF (Moro Islamic Liberation Front).
"Karir" Dulmatin di dunia militan memang cukup panjang. Dia terlahir pada 6 Juni 1970 di Petarukan, Pemalang, dengan nama Joko Pitono. Anak keempat dari lima bersaudara tersebut lulus SMA pada 1992 dan merantau ke Malaysia. Tiga tahun kemudian dia pulang. Dia menikah dengan Ummu Aisah dan berganti nama menjadi Asmar Usman.
Di Malaysia inilah, awal persinggungannya dengan kelompok militan. Dia berangkat ke Afghanistan dan sejak awal bergabung dengan faksi Ali Ghufron dan Hambali di Jamaah Islamiyah. Dia dipercaya terlibat dalam sejumlah serangkaian pengeboman gereja pada 1999-2002. Dia termasuk salah satu otak bom Bali I pada 2002. Dia juga mempunyai banyak nama alias, yakni Joko Pitoyo, Abdul Matin, Muktamar, Djoko, dan Noval.
Selanjutnya, Dulmatin aktif di Poso, sebelum akhirnya kabur ke Mindanao dan menjadi instruktur di Kamp Hudaibiyah. Di Filipina dia dikenal dengan nama Zaid Ali. Setelah pemerintah Filipina melancarkan all out war, MILF terdesak. Begitu pula militan Indonesia. Sejumlah pentolan JI asal Indonesia, seperti Dulmatin, Umar Patek, dan Ali Fauzi, kabur ke arah daerah rawa-rawa di S.K. Pendaton. Di sana, di tengah rawa-rawa, sekitar 20 militan Indonesia membangun sebuah kamp sendiri. ''Tapi, kemudian berkurang satu per satu. Saya sendiri kini tak tahu bagaimana kondisi kamp itu sekarang,'' katanya
Beberapa saat kemudian, Dulmatin kabarnya beralih ke arah Basilan. Di sana dia bergabung dengan kelompok Abu Sayyaf, sebuah kelompok militan dengan visi yang condong ke Al Qaidah. Sejak saat itulah, kabar tentang Dulmatin tak pernah diketahui. ''Terakhir, ya 2007 itu,'' tambahnya.
Sumber lain di kepolisian menyebutkan kembalinya Dulmatin ke Indonesia tak pernah diketahui secara pasti. Namun, yang jelas, keberadaannya terendus sejak pengeboman Marriott II pada 2009 lalu. ''Memang masih ada Noordin Mohd Top, tapi keberadaan Dulmatin mulai terasa,'' ucapnya.
Rupanya, Dulmatin benar-benar kembali ke Indonesia dan menyusun kekuatan. ''Kami memastikan Dulmatin bersama satu nama lagi yang masih buron (berinisial Mt) adalah otak kelompok yang kini berlatih di Aceh,'' tandasnya.
Source: jawapost.co.id
No comments:
Post a Comment